Sudah hampir
setahun aku tinggal di kota yang terkenal sebagai kota pelajar ini. Menjalani
kehidupan sebagai seorang mahasiswi perantauan sekaligus sebagai anak kost
bukanlah hal yang mudah. Butuh kekuatan, kesabaran, dan daya tahan banting yang
tinggi agar mampu menyelesaikan studi dengan baik. Bagi mereka yang terbiasa
dengan kehidupan yang serba ada dan kadang di kehidupannya disebut anak “manja”
akan sedikit sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan seperti ini.
Memiliki keluarga yang jauh dari
pandangan dan harus berpisah selama tiga sampai enam bulan bukanlah hal yang
menyenangkan. Kadangkala ketika hidup sedang susah-susahnya, disitulah kami
sangat membutuhkan dukungan dan kasih sayang mereka. Terutama ketika kami para
anak kost sedang menghadapi krisis moneter. Di saat seperti itulah kadang kami
atau aku pribadi merasakan homesick .
Rindu akan masakan orang tua terutama masakan ibu. Rindu akan tawa dan canda
mereka. Rindu akan semua hal yang ada di diri mereka.
Awalnya ketika memutuskan akan
menjalani kehidupan sebagai sebatang kara di kota yang jauh dari tempat asalku,
aku berpikir bahwa semua ini akan menyenangkan. Ya! Ini memang menyenangkan
terutama karena aku bisa bergerak bebas dan bisa mencoba untuk hidup mandiri.
Akan tetapi, ketika masa-masa kelam itu datang dan aku harus benar-benar berdiri
sendiri serta menghadapi semuanya sendiri tanpa bantuan atau support dari orang tersayang, aku
seringkali merasa drop. Namun, melihat perjuangan orang tua yang nun jauh
disana mencari uang dari pagi sampai sore atau bahkan malam hari hanya demi
anaknya kuliah, aku kembali lagi semangat. Mau tidak mau, rajin ataupun malas,
pokoknya demi mereka yang mencari nafkah, aku harus mampu membuat diriku bangun
dari semua masa kelam itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar